Tak Terendus Media, Jelang Lengser Djarot UBAH Peruntukan Sebagian Kawasan Gelora Bung Karno. Ada Apa?

Tak Terendus Media, Jelang Lengser Djarot UBAH Peruntukan Sebagian Kawasan Gelora Bung Karno. Ada Apa?

Moslemcommunity.net - Pernyataan mengejutkan datang dari Elisa Sutanudjaja yang mengungkap sebuah tindakan "bypass" terhadap Peraturan Daerah yang dilakukan oleh Djarot Saiful Hidayat, di hari-hari terakhir menjelang lengser dari jabatan sebagai Gubernur DKI.

Bypass yang dilakukan oleh Djarot ini berupa perubahan peruntukan di kawasan Gelora Bung Karno. Dan perubahan penting ini sama sekali tak terekam oleh media manapun.

Berikut tulisan lengkap Elisa Sutanudjaja yang bisa dibaca pula melalui laman 

Berikut kutipan lengkapnya:

Di hari terakhir Djarot S. Hidayat menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta, beliau mengeluarkan Peraturan Gubernur 162/2017 tentang Penataan Ruang Kawasan Khusus Gelora Bung Karno / Senayan. Peraturan tersebut dikeluarkan dalam rangka penyelenggaraan Asian Games 2018, termasuk untuk penyesuaian intensitas pemanfaatan ruang dan proses perizinan dan pembangunan di kawasan tersebut.

Namun yang mengejutkan dari isi Pergub tersebut adalah perubahan peruntukan secara signifikan pada Kawasan Gelora Bung Karno yang juga merupakan Kawasan Cagar Budaya, terutama perubahan pada Parkir Timur Senayan dari zonasiH4 (Sub Zona Jalur Hijau) menjadi S5 (sub zona prasaranan rekreasi dan olahraga). Saat tulisan ini ditulispun sudah ada 1 persil zonasi H4 yang bahkan dihapuskan di Pergub 162/2017 dan berubah menjadi jalan (putih) serta dalam proses pembangunan. Perbedaan antara Pergub 162/2017 dan Perda 1/2014 bisa dibandingkan di gambar bawah ini.



Jika sebelumnya Parkir Timur Senayan berdasarkan Perda 1/2014 adalah kawasan yang tidak memungkinkan adanya bangunan (karena KDB 0, KLB 0 dan KB 0), dalam Pergub terkini berubah menjadi gedung parkir setinggi 4 lantai dengan luas 20% dari total luas lahan Parkir Timur Senayan sekarang.

Tentu hal ini malah mempersulit kondisi Jakarta yang ruang terbuka hijau dan koefisien dasar hijaunya tergerus oleh pembangunan-pembangunan masa lampau dan proyek betonisasi sungai-sungai Jakarta.

Perdebatan pun bisa dibawa kepada ranah peraturan, apakah mungkin Peraturan Daerah dilangkahi dan diubah dalam rupa Peraturan Gubernur? Apakah Peraturan Gubernur yang ada ini demi mengakomodasi perubahan desain yang terjadi pada 6 Bangunan Cagar Budaya (yang juga berfungsi sebagai fasilitas olahraga) dalam Kawasan GBK? Apakah saat melakukan perubahan besar di Parkir Timur Senayan, Gubernur DKI Jakarta sudah melakukan konsultasi cukup serta mendapatkan rekomendasi dari Tim Ahli Cagar Budaya dan Tim Sidang Pemugaran?

Perubahan pada Parkir Timur Senayan pun tidak hanya berdampak pada cagar budaya, namun juga pada keberadaan aset alam Kawasan GBK, yaitu ratusan pohon Ki Hujan atau trembesi. 1 pohon trembesi, menurut penelitian yang dilakukan oleh Dr. Ir. Endes N.Dahlan dari IPB mampu menyerap 28 ton CO2 per tahunnya. Sungguh ironis, jika pohon-pohon tersebut menjadi korban demi berdirinya gedung yang akan dihuni oleh penghasil CO2 dalam jumlah besar, yaitu kendaraan bermotor.

Jika pemerintah sampai menggunakan Pergub sebagai kendaraan untuk mengubah peruntukan dan intensitas pada Parkir Timur Senayan demi mengakomodasi gedung parkir 4 lantai, sebetulnya kita perlu menanyakan komitmen dan keberpihakan pemerintah pada pengadaan transportasi publik. Di kawasan yang akan dilewati MRT 1 dan 2 koridor utama Transjakakarta (ditambah rute Stasiun Palmerah – GBK), apakah masih harus pemerintah mempromosikan pemakaian kendaraan pribadi sebagai moda transportasi ke GBK.

Keenam bangunan dalam Kawasan GBK telah ditetapkan sebagai Bangunan Cagar Budaya yang dilindungi oleh UU no. 10/2011. Namun sebagai suatu kawasan, keberadaan Parkir Timur Senayan tidak bisa dilepaskan dari 6 Bangunan  Cagar Budaya di dalam kawasan tersebut, sekaligus dalam menjaga keutuhan serta signifikansi kawasan tersebut.

Perubahan juga terjadi pada 3 kavling di dalam kawasan GBK yang saat ini menjadi lokasi Stadiun Madya, kolam renang dan lapangan hoki serta panahan, yaitu H7 (Sub Zona Hijau Rekreasi) menjadi S5 (sub zona prasarana rekreasi dan olahraga).

Dengan terjadinya perubahan zonasi tersebut, maka mengubah perlakukan terhadap kawasan, yang dimana zonasi hijau mengedepankan kualitas ruang terbuka hijau, sementara dengan berubah menjadi S (sarana dan prasarana), maka mengedepankan fungsi bangunan.

Artinya dalam 3 kavling tersebut, memungkinkan pengembangan bangunan dengan luas lantai dasar lebih besar daripada sebelumnya, dan membawa akibat pada mengecilnya rasio ruang terbuka hijau di GBK.

Lalu apa kemungkinan solusinya jika tidak ingin merusak Kawasan Gelora Bung Karno, terutama di Parkir Timur Senayan? Sesungguhnya dalam Kawasan GBK, sudah ada zonasi, peruntukan dan intensitas yang cocok sebagai gedung parkir, TANPA perlu mengubah dan mengorbankan Parkir Timur Senayan.

Persil yang kali ini ditempati oleh Hotel Sultan yang merupakan bagian yang tak terpisahkan dalam kawasan, memungkinkan adanya bangunan parkir. Opsi lain adalah dalam membangun struktur parkir sementara pada area perkerasan yang sudah berada di Parkir Timur Senayan (tepatnya di sebelah selatan JCC), sehingga tetap mengakomodasi penambahan parkir kendaraan bermotor selama Asian Games.

Namun yang pasti, Gubernur DKI Jakarta, perlu berkonsultasi dengan Tim Ahli Cagar Budaya, Tim Sidang Pemugaran, dan pastinya perlu mementingkan masa depan ekologis Jakarta, dibandingkan acara 2 minggu sesaat saja.